Laman

20 Jun 2010

MANTRA HUSNUL KHATIMAH


Salman masih kecil ketika ayahanya meninggal, ia tak banyak ingat tentang penyakit yang diderita oleh ayahnya. Ia hanya tahu bahwa ayahnya mati dengan tanda husnul kahtimah.

Ketika ia menanyakan tentang penyebab kematian ayahnya, ibunya selalu menjawab, "Kelak engkau akan mengetahui bahwa ayahmu mati dengan tanda husnul khatimah." Ibunya senantiasa menjawab dengan jawaban yang tak ia menegerti, sedangkan rasa ingin tahunya semakin memuncak. Pernah ia menanyakan hal yang sama kepada tante Rika, adik kandung ayahnya. Tapi jawaban dari tante Rika pun sama, "Ayahmu meninggal dengan jalan husnul khatimah." Sebuah jawaban yang masih membuatnya bingung.

Ia kemudian menanyakan hal ihwal tentang kematian ayahnya pada sang nenek, tapi lagi-lagi neneknya menjawab "Insya Allah ayahmu meninggal dalam keadaan husnul khatimah." Ia murung mendengar jawaban dari Ibu, Tante, dan neneknya itu.

"Apa sih istimewanya husnul khatimah? Sehingga mereka bertiga nampak senyum ketika menceritakan penyebab kematian ayahku?" guman Salman dalam hatinya.

"Apakah husnul khatimah adalah sebuah penyakit yang membuat mati tidak sakit?" hati Salman berontak.

Salman lalu menuju ke tempat sahabatnya Yusuf, ia tak mau mendengar lagi 'mantra' husnul khatimah.

Dalam perjalanannya ia dihantui oleh kalimat husnul khatimah, tapi ia sudah memantapkan hatinya untuk menunda mempelajari, menyelidiki atau entah apa namanya yang berhubungan dengan husnul khatimah.

# # #

Salman adalah anak tunggal, usianya 16 tahun. Ia tak pernah melihat muka ayahnya. Akan tetapi, kakek, serta teman-teman ayahnya pada masa kecil sering menganggap bahwa Salman adalah 'Reinkarnasi' dari ayahnya. Karena muka Salman bawaan wajah ayahnya pada masa kecil. Tak hanya itu, gaya bicaranya dan sifat-sifatnya adalah penjelmaan dari ayahnya, mungkin ini yang dikatakan dengan "Wajah jatuh mahligai sang anak."

Hari ini Salman dan Yusuf tengah asyik mengembalakan sapi mereka di tepi danau Haluan, danau cantik dengan warna biru sebagai pemikatnya. Pekerjaan ini yang selalu ia kerjakan jika telah selesai mengerjakan tugas sekolahnya.

Ia selalu membawa buku tulis dan pena, karena Salman selalu mennyulap keadaan dirinya menajadi kata-kata yang berwibawa pada tempatnya. Jika dirinya tengah sedih, maka huruf-huruf yang ia tulis seakan-akan mengis ikut merasakan kesedihannya. Namun jika keadaan hatinya tengah senang, huruf-huruf nampak seperti anak kecil yang aru mendapatkan hadiah ulang tahunnya.

Kali ini ia menulis tentang kegundahan hatinya tentang kalimat husnul khatimah.

"Duhai diri… apakah yang engkau rasa? Adakah engkau mersakan hal yang istimewa jika semua tentang seseorang selalu disangkut pautkan dengan kalimat ini diri. Duhai diri…! Adakah aku salah jika aku menanyakan tentang penyebab kematian ayahku? Kenapa Ibuku selalu tampak senang mengucapkan kalimat ini wahai diri…!"

Ratapan Salman berhenti ketika ada suara memanggil namanya dari kejauhan, iapun menoleh kearah suara. Ia terkejut ketika ia mengetahui bahwa yang memanggilnya adalah nek Timah, wanita tua yang menjadi tentangga dekatnya.

"Salman segera pulang nak, ibumu dalam keadaan gawat darurat." Teriak Nek Timah. "Kenapa Nek? Emangnya ada apa dengan ibuku?" balas Salman yang nampak mulai panik.

"Ibumu Salman"

"Iya ada apa dengan ibuku nek?"

"Ibumu pingsan, cepat pulang sana"

Salman berlarian meninggalkan sapi-sapinya, perasaan was-was sudah mulai menguasai hatinya. "Apa yang terjadi dengan ibuku? adakah ia akan meninggal seperti ayahku? Tapi kenapa? Bukankah ibu selalu sehat-sehat saja?. Duhai ya Allah." Jerit hati Salman.

Sesampainya di halaman rumah, ia melihat banyak orang-orang berkerumunan. Salman semakin takut kalau sesuatu hal akan terjadi dengan ibunya, air matanya mulai keluar.

Salman kemudian naik kerumah yang disebut dengan rumah panggung, ia melihat sesosok manusia sudah terbaring tidak bernafas dan diselimuti dengan kain batik cokelat tua. Ia perlahan-lahan mendakati jenazah itu, lalu ia singkap kain yang menutup wajah jenazah tersebut, dan ternyata… IBUU… Salman tak kuasa, ia menjerit sekuat-kuatnya. Air matanya mengalir deras, ia peluk tubuh ibunya dengan kuat. Ia menangis dengan sedihnya di perut ibunya.

Melihat hal itu, tantenya merangkulnya dan erusaha untuk menenangkan, sambil terisak-isak Tantennya menjelaskan, "Insya Allah ibumu meninggal dalam keadaan Husnul khatimah, tadi ibumu tergeletak setelah mengucapkan takbir, sama persis dengan ayahmu dulu Salman."

Salman semakin menjeri sejadi-jadinya, orang-orang berusaha untuk menenangkannya kembali. Tapi ada tangan halus yang membelai kepalanya, seraya muncul suara kecil dan lama kelamaan semakin besar, "Salman bangun nak, ada apa?"

Setelah dilihatnya ternyat ibunya tengah memasang wajah bingung dengan Salman, "Ada apa? Kamu mimpi ya?" tanya ibunya. Salman tak menjawab ia lalu memeluk ibunya dengan keras.

"Salman tak mau kehilangan ibu!" kata Salman sambil menangis, sisa tangisan dalam mimpinya masih terasa.

"Emangnya kau mimpi apa tentang ibu?" tanya Ibu Salman heran.

"Salman mimpi ibu terbujur dipembaringan, Salman takut bu."

"Sudahlah, itukan hanya mimpi… sudah bangun sudah masuk waktu magrib, sholat sana." Kata Ibu Salman sambil menariknya dari tempat tidurnya.

Selesai shalat, Salman membuka catatan yang biasa ia bawa sambil menggembalakan sapi. Setelah dibukanya ternyata disana sudah tertulis sebuah kalimat "HUSNUL KHATIMAH = KEMATIAN YANG BAIK."

Dibawah tulisan itu, terdapat tulisan yang kacau tapi masih bisa dan jelas untuk dibaca.

1. Syahadat ketika akan mati

2. keringat di dahi

3. pada malam jum'at atau siangnya

4. Syahid atau terbunuh di medan perang

5. di jalan Allah

6. radang selaput dara

7. wabah tah'un

8. sakit perut

9. tenggelam

10. keruntuhan

11. wanita dalam kehamilannya dengan sebab anaknya

12. TBC

13. membela agama atau nyawa

14. menjaga harta yang akan dirampas

15. berjaga di jalan Allah

16. amal shaleh.

17. terbakar.

Salman menutup bukunya dan langsung sujud syukur mengagungkan kekuasaan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila tinggalkan pesan disini